Rahasia Sukses Gibran
Kalau rajin baca berita, pastinya tahu
siapa itu Gibran Rakabuming Raka. Ya, anak sulung Presiden Joko Widodo
atau yang biasa akrab disebut Jokowi. Banyak orang penasaran sama pemuda
satu ini. Bukan karena statusnya anak presiden dan suka jarang tampil
di depan publik, tapi aktivitasnya sebagai bos Chilli Pari Catering
Services.
Pemuda jebolan Management Development Institute of Singapore dan University of Technology Insearch, Sydney,
ini memang serius menggeluti bisnis catering sejak tahun 2010. Tentangan
sang ayah tak dihiraukan. Dia sama sekali tak minat meneruskan usaha
sang ayah di bidang perkayuan. Baca Juga : Usaha Modal Nol
Toh, kekerasan hatinya itu membuahkan
hasil. Dalam tempo sekian tahun, geliat usahanya sudah terlihat. Bisa
disebut, bisnis katering kakak Kahiyang Ayu dan Kaesang Pangarep ini
melesat dalam waktu singkat. Kok bisa ya?
Ada baiknya jangan buru-buru menuduh statusnya sebagai anak pejabat tinggi sebagai jalan mulusnya bisnis catering Chilli Pari. Atau malah nyinyir menganggap wajar Gibran jadi pengusaha karena di dalam darahnya mengalir darah pengusaha. Wah, kalau bahas beginian tak bakalan ada habis-habisnya.
Mending menelaah apa yang bisa
dipelajari dari kesuksesan Gibran merintis usaha di industri katering.
Setidaknya dapat jadi bahan pembelajaran bagi yang berminat merintis
usaha sendiri.
Mumpung Darah Muda
Ingat lirik lagu ‘Darah Muda’ ciptaan
Rhoma Irama? Penggalan liriknya berbunyi,…darah muda darahnya para
remaja…yang selalu merasa gagah…tak pernah mau mengalah. Kira-kira
lagunya Bang Haji ini bisa menggambarkan kekerashatian Gibran.
‘Saya mau A, harus A, dan tetap A.”
Kira-kira itu ilustrasinya saat Gibran menolak permintaan Jokowi agar
meneruskan usaha mebel. Bayangkan, usaha mebel Jokowi sudah mapan.
Sistem sudah jalan, pelanggan berjejer, karyawan sudah ada, dan lain
sebagainya. Anehnya, Gibran justru enggan berkecimpung di usaha itu.
Justru dia tertarik dengan bisnis
katering. Meski pendidikan yang ditempuh jauh dari urusan katering, tapi
dia tak peduli. Pemuda kelahiran 1 Oktober 1987 ini bukannya asal
pilih tapi sudah mengukur peluang dan potensi bisnis katering di Kota
Solo.
Darah mudanya Gibran langsung bergejolak
saat Jokowi menolak ide itu. Dia bersikeras melanjutkan misinya
mendirikan bisnis katering dengan atau tanpa persetujuan ayah. Soal
modal, bank jadi pilihan ketimbang menguras isi kantong Jokowi. Padahal
saat menjabat Wali Kota Solo, harta kekayaan Jokowi hampir mendekati Rp
10 miliar.
Lantaran masih darah muda, Gibran cuek
saja mendapat penolakan berkali-kali dari bank. Apalagi saat merintis
usaha itu, dia masih berusia 22 tahun. Sebaliknya, penolakan bank itu
menjadi pelajaran berharga sehingga tahu alasan bank menolak permohonan
pinjamannya.
Terbukti, dia akhirnya berhasil mendapat
pinjaman dari bank sebesar Rp 1 miliar. Biar maksimal modalnya, dia
lantas memanfaatkan gudang mebel milik ayahnya untuk dijadikan kantor
dan dapur sehingga tak perlu lagi mencari tempat baru. Selain itu, dia
merenovasi sedikit agar gudang itu ‘layak’ jadi kantor. Baca Juga : Modal Kecil Omset Jutaan
Pentingnya riset dan pelajari kultur
Modal sudah di tangan, berikutnya apa?
Riset kultur masyarakat di kota Solo. Gibran paham betul mendirikan
bisnis tak boleh pakai asumsi tapi butuh data. Sebelum mulai mendesain
produk dan layanan, dia terlebih dulu melakukan riset seputar layanan
katering di Solo.
Risetnya jelas Solo lantaran area
bisnisnya di kota yang punya dua keratin ini. Nah di Solo, resepsi
pernikahannya model “piring terbang”. Bukan, piringnya yang
dilempar-lempar ke tamu ya, tapi ada pelayan yang membawa berbagai jenis
makanan, biasanya tiga jenis, ke tamu-tamu. So, tamunya cukup duduk
manis dan diem, lalu makanan datang sendiri.
Dari sini akhirnya Gibran menemukan
kelemahan layanan katering kompetitor yang buruk dalam kecepatan
penyajian. Telat sajikan makanan bisa berabe karena tamu bisa pulang
dengan perut kosong. Maka itu, Gibran pun menciptakan manajemen
penyajian makanan dengan jumlah yang tepat sekaligus cepat.
Bisnis boleh sama tapi sertakan nilai jual yang unik
Pujangga Shakespeare pernah
bilang,’Apalah artinya sebuah nama.” Gibran tak setuju dengan kutipan
itu. Boleh saja bidang usahanya sama tapi cita rasa bisnis harus beda.
Alasan ini berlaku dalam pemilihan nama,Chilli Pari. Nama itu perpaduan
dari kata bahasa Inggris (Chilli) dan Pari (bahasa Jawa).
Lewat penamaan itu, Gibran ingin mengkampanyekan strategi bisnisnya yang mengusung mengusung filosofi traditional taste, modern touch. Pendek kata, makanan yang disajikannya tetap mempertahankan lidah orang lokal tapi ditambah dengan sentuhan moderen.
Di samping itu, Gibran ingin membangun
brand di mana bisnisnya adalah one stop shopping dalam urusan katering.
Makanya, dia menawarkan paket pernikahan komplet dari katering, gedung,
dekorasi, rias pengantin, undangan, souvenir, entertainment, dan lain
sebagainya.
Terapkan strategi blusukan ala bapak
Gibran bukan tipikal bos yang tinggal
terima beres. Dia malah lebih rajin turun tangan dan terjun ke lapangan.
Praktis semua kegiatan dari hulu sampai hilir, dia paham. Mulai dari
belanja bahan baku masakan sampai ke perekrutran tenaga kerja.
Dia jadi tahu pegerakan harga-harga
sayur mayur, sembako, maupun bahan baku makanan lain. Dari situ, dia
bakal mudah membuat estimasi budget maupun mengkombinasikan berbagai
makanan agar bisnisnya tetap untung. Tak jarang, dia sendiri langsung
menemui dan berbicara dengan calon konsumen. Di awal-awal berdirinya
Chilli Pari, Gibran sendiri lah yang menyebarkan brosur tentang
usahanya. Baca Juga : Modal Kecil Omset Jutaan
Berdayakan lingkungan sekitar
Orang sukses adalah orang yang
bermanfaat bagi yang lain. Pernyataan ini diterapkan Gibran dengan
memberdayakan warga sekitar dalam setiap event pernikahan. Misalnya
kelompok ibu-ibu yang diberi tugas menyiapkan bahan baku, memasak,
sampai mencuci. Sedangkan yang muda-muda direkrut sebagai tenaga pelayan
untuk menyajikan makanan.
Dengan cara ini, ada dua manfaat yang
diperoleh. Pertama adalah kepastian mendapatkan tenaga kerja saat ada
order. Kedua, keberadaan Chilli Pari dirasa manfaatnya oleh warga
sekitar.
Gibran menunjukkan bukti jadi
wirausahawan itu bukan perkara membalikkan telapak tangan. Kesabaran dan
komitmen banyak diuji di awal-awal mendirikan usaha. Sebenarnya Gibran
bisa saja ambil jalan gampang dengan meneruskan usaha ayahnya. Toh, dia
tak memilih itu.
Penolakan ayah dia sikapi dengan
menunjukkan bukti. Di lain pihak, dia tak menyerah pula menerima
penolakan dari bank sampai tujuh kali saat mengajukan proposal
peminjaman permodalan. Justru penolakan itu jadi momen untuk belajar
kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya kenapa bank tak bersedia
mencairkan pinjaman.
Tambahan lagi, Gibran tak antipati
terhadap utang ke perbankan. Sepanjang utang itu dikelola untuk hal yang
produktif, dalam hal ini usaha, Gibran pun bisa menuai hasilnya.
Baca Juga : Modal Kecil Omset Jutaan
Post a Comment