GARUT Selayang Pandang
BEWARA PASUNDAN. GARUT Selayang Pandang, Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat
6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur
Timur. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif sebesar
306.519 Ha (3.065,19 km²) dengan batas-batas sebagai berikut :
Utara
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang
Timur
Kabupaten Tasikmalaya
Kabupaten Tasikmalaya
Selatan
Samudera Indonesia
Samudera Indonesia
Barat
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur
Kabupaten Garut yang secara geografis
berdekatan dengan Kota Bandung sebagai ibukota provinsi Jawa Barat,
merupakan daerah penyangga dan hitterland bagi pengembangan wilayah
Bandung Raya. Oleh karena itu, Kabupaten Garut mempunyai kedudukan
strategis dalam memasok kebutuhan warga Kota dan Kabupaten Bandung
sekaligus pula berperan di dalam mengendalikan keseimbangan lingkungan.
Klimatologi ( Baca tempat wisata digarut )
GARUT Selayang Pandang. Secara umum iklim di wilayah Kabupaten Garut dapat dikatagorikan sebagai daerah beriklim tropis basah (humid tropical climate) karena termasuk tipe Af sampai Am dari klasifikasi iklim Koppen.Berdasarkan studi data sekunder, iklim dan cuaca di daerah Kabupaten Garut dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu : pola sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation pattern), topografi regional yang bergunung-gunung di bagian tengah Jawa Barat; dan elevasi topografi di Bandung. Curah hujan rata-rata tahunan di sekitar Garut berkisar antara 2.589 mm dengan bulan basah 9 bulan dan bulan kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling daerah pegunungan mencapai 3500-4000 mm. Variasi temperatur bulanan berkisar antara 24ºC - 27ºC. Besaran angka penguap keringatan (evapotranspirasi) menurut Iwaco-Waseco (1991) adalah 1572 mm/tahun.
Selama musim hujan, secara tetap
bertiup angin dari Barat Laut yang membawa udara basah dari Laut Cina Selatan dan bagian barat Laut Jawa. Pada musim kemarau, bertiup angin
kering bertemperatur relatif tinggi dari arah Australia yang terletak di
tenggara.
Geomorfologi
GARUT Selayang Pandang. Bentang alam Kabupaten Garut Bagian Utara terdiri dari atas dua aransemen bentang alam, yaitu :
(1) dataran dan cekungan antar gunung berbentuk tapal kuda membuka ke arah utara,
(2) rangkaian-rangkaian gunung api aktif yang mengelilingi dataran dan cekungan antar gunung, seperti komplek G. Guntur - G. Haruman - G. Kamojang di sebelah barat, G. Papandayan - G. Cikuray di sebelah selatan tenggara, dan G. Cikuray - G. Talagabodas - G. Galunggung di sebelah timur. Bentang alam di sebelah Selatan terdiri dari dataran dan hamparan pesisir pantai dengan garis pantai sepanjang 80 Km.
(2) rangkaian-rangkaian gunung api aktif yang mengelilingi dataran dan cekungan antar gunung, seperti komplek G. Guntur - G. Haruman - G. Kamojang di sebelah barat, G. Papandayan - G. Cikuray di sebelah selatan tenggara, dan G. Cikuray - G. Talagabodas - G. Galunggung di sebelah timur. Bentang alam di sebelah Selatan terdiri dari dataran dan hamparan pesisir pantai dengan garis pantai sepanjang 80 Km.
Evolusi bentang alam Kabupaten Garut khususnya Garut Utara dapat dijelaskan melalui 2 (dua) pendekatan hipotesis, yaitu:
(1) Bemmelen (1949) berpendapat bahwa
terbentuknya tataan bentang alam, khususnya di sekitar Garut, dikontrol
oleh aktifitas volkanik yang berlangsung pada periode Kuarter (sekitar 2
juta tahun lalu sampai sekarang). Setelah terjadi pergerakan tektonik
yang memicu pembentukan pegunungan di akhir Pleistosen, terjadilah
deformasi regional yang digerakan oleh beberapa patahan, seperti patahan
Lembang, patahan Kancana, dan patahan Malabar-Tilu. Khusus di sekitar
dataran antar gunung Garut diperkirakan telah terjadi suatu penurunan
(depresi) akibat isostasi (proses menuju keseimbangan) dari batuan dasar
dan pembebanan batuan sedimen volkaniklasik diatasnya.
(2) Menurut konsep Tektonik Lempeng (Hamilton, 1979), proses pembentukan gunung api di Zona Bandung tidak terlepas dari proses pembentukan busur magmatis Sunda yang dikontrol oleh aktifitas penunjaman (subduksi) Lempeng Samudera Hindia yang menyusup sekitar 6-10 cm/tahun di bawah Lempeng Kontinen Asia. Bongkahan (slab) lempeng samudera setebal lebih dari 12 km tersebut akan tenggelam ke mantel bagian luar yang bersuhu lebih dari 3000°, sehingga mengalami pencairan kembali. Akibat komposisi lempeng kerak samudera bersifat basa, sedangkan mantel bagian luar bersifat asam, maka pada saat pencairan akan terjadi asimilasi magma yang memicu bergeraknya magma ke permukaan membentuk busur magmatis berkomposisi andesitis-basaltis. Setelah terbentuk busur magmatis, pergerakan tektonik internal (intra-arctectonics) selanjutnya bertindak sebagai penyebab utama terjadinya proses perlipatan, patahan, dan pembentukan cekungan antar gunung.
Bentang alam daerah Kabupaten Garut dapat dibagi 4(empat) satuan morfologi yaitu : satuan morfologi kerucut gunung api, satuan morfologi perbukitan berelief kasar, satuan morfologi perbukitan berelief halus dan satuan morfologi pedataran .
A. Satuan Morfologi Kerucut Gunung api
Satuan ini menempati bagian puncak dari Gunung api Kracak, Gunung Cikuray dan Gunung Papandayan. Daerah ini mempunyai ketinggian diatas 2.000 meter dari > 40 %, berlembah sempit. Pola aliran sungai memancar (radier) bersumber dari puncak gunung, dengan ordo sungai 1, kerapatan sungai tinggi hingga sangat tinggi. Batuan penyusun satuan ini adalah lahar, lava andesit dan breksi vulkanik.
B. Satuan Morfologi Perbukitan Berelief Kasar
Daerah ini mempunyai ketinggian antara 500 hingga 1.865. Karakteristik yang umum dijumpai pada satuan ini relief sangat kasar, berlembah sempit dan lereng terjal hingga curam. Kemiringan lereng berkisar antara 15 % hingga > 40 %. Pola aliran sungai berbentuk sub-dendritik dan sebagian sub-paralel. Batuan penyusun satuan ini adalah endapan vulkanik tua yang terdiri dari breksi vulkanik, lava andesit, tufa gelas, bongkah bongkah andesit - basal.
C. Satuan Morfologi Perbukitan Berelief Halus
Sebagian satuan ini menempati bagian utara, tengah dan selatan daerah pemetaan. Dicirikan dengan kemiringan lereng berkisar antara 2 hingga 15 %, lembah - lembah agak landai dan sungai-sungai mempunyai gradien rendah hingga sedang. Pola aliran sungai mempunyai bentuk dendritik hingga sub-paralel. Batuan penyusun satuan ini berupa endapan volkanik muda dan endapan Tersier.
D. Satuan Morfologi Pedataran
Satuan ini menempati dataran Bandung, dataran Pangalengan dan dataran Garut. Bentangalamnya menunjukkan relief datar dan setempat landai dengan kemiringan lereng < 2 %, setempat lebih dari 15 %. Morfologinya menunjukan kontur sangat jarang hingga jarang, ketinggian dataran Pangalengan berkisar antara1.300 hingga 1400 meter, dataran Bandung berkisar antara 800 hingga 900 meter dan dataran Garut berkisar antara 700 hingga 800 meter diatas muka laut. Aliran sungai umumnya dendritik dan sebagian anastomatik. Batuan penyusun satuan ini berasal dari hasil rombakan batuan yang lebih tua dan diendapkan sebagai endapan alluvial dan kipas alluvial.
Geologi
GARUT Selayang Pandang. Berdasarkan peta geologi skala 1 :
100.000 lembar Arjawinangun, Bandung dan Garut yang dikompilasi oleh
Ratman & Gafor (1998) menjadi peta geologi skala 1 : 500.000, tataan
dan urutan batuan penyusun di wilayah Kabupaten Garut bagian utara
didominasi oleh material vulkanik yang berasosiasi dengan letusan
(erupsi) gunung api, diantaranya erupsi G. Cikuray, G. Papandayan dan G.
Guntur. Erupsi tersebut berlangsung beberapa kali secara sporadik
selama periode Kuarter (2 juta tahun) lalu, sehingga menghasilkan
material volkanis berupa breksi, lava, lahar dan tufa yang mengandung
kwarsa dan tumpuk menumpuk pada dataran antar gunung di Garut.
GARUT Selayang Pandang. Dari peta geologi yang disusun oleh
Alzwar dkk, (1989) struktur geologi yang dijumpai di daerah pemataan
adalah lipatan, sesar dan kekar.Lipatan yang terbentuk berarah sumbu
barat baratlaut-timur tenggara pada Formasi Bentang dan utara
baratlaut-selatan tenggara pada Formasi jampang. Perbedaan arah sumbu
ini disebabkan oleh perbedaan tahapan dan intensitas tektonika pada
kedua satuan tersebut.
Sesar yang dijumpai adalah sesar normal dan sesar geser, berarah
jurus umumnya baratdaya-timurlaut. Sesar ini melibatkan batuan-batuan
Tersier dan Kuarter, sehingga disebutkan bahwa sesar tersebut sesar
muda. Dari pola arahnya diperkirakan bahwa gaya tektoniknya berasal dari
sebaran selatan-utara dan diduga terjadi paling tidak Oligosen
Akhir-Miosen Awal (Sukendar, 1974 dikutip oleh Alzwar, 1989). Maka dapat
diduga bahwa mungkin sebagian sesar tersebut merupakan pengaktifan
sesar lama terjadi sebelumnya.Kekar, umumnya terjadi pada batuan yang berumur lebih tua, seperti contohnya pada batuan Formasi Jampang dan diorit kuarsa.
Tektonik yang terjadi di daerah
pemetaan pada Zaman Tersier sangat dipengaruhi oleh penunjaman Lempeng
Samudera Hindia ke bawah Lempeng Asia Tenggara. Penunjaman yang terjadi
pada Oligosen Akhir-Miosen Awal/Tengah menghasilkan kegiatan gunung api
bersusunan andesit, dibarengi dengan sedimentasi karbonat di laut
dangkal. Sedimentasi terjadi pada lereng di bawah laut, kegiatan
magmatik diakhiri dengan penerobosan diorite kuarsa pada akhir Miosen
Tengah mengakibatkan pemropilitan pada Formasi Jampang.
Setelah terjadi perlipatan, pengangkatan dan erosi, maka terjadi kegiatan magmatik yang menghasilkan kegunung apian.
Pada Plio Plistosen kegiatan gunung
api kembali terjadi dan disusul oleh serangkaian kegiatan gunung api
Kuarter Awal sekarang yang tersebar luas di bagian tengah dan utara
daerah pemetaan.
Sejarah |
|||
Sejarah Kabupaten Garut berawal dari
pembubaran Kabupaten Limbangan pada tahun 1811 oleh Daendels dengan
alasan produksi kopi dari daerah Limbangan menurun hingga titik paling
rendah nol dan bupatinya menolak perintah menanam nila (indigo). Pada
tanggal 16 Pebruari 1813, Letnan Gubernur di Indonesia yang pada waktu
itu dijabat oleh Raffles, telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang
pembentukan kembali Kabupaten Limbangan yang beribu kota di Suci. Untuk
sebuah Kota Kabupaten, keberadaan Suci dinilai tidak memenuhi
persyaratan sebab daerah tersebut kawasannya cukup sempit.
Berkaitan dengan hal tersebut, Bupati
Limbangan Adipati Adiwijaya (1813-1831) membentuk panitia untuk mencari
tempat yang cocok bagi Ibu Kota Kabupaten. Pada awalnya, panitia
menemukan Cimurah, sekitar 3 Km sebelah Timur Suci (Saat ini kampung
tersebut dikenal dengan nama Kampung Pidayeuheun). Akan tetapi di tempat
tersebut air bersih sulit diperoleh sehingga tidak tepat menjadi Ibu
Kota. Selanjutnya panitia mencari lokasi ke arah Barat Suci, sekitar 5
Km dan mendapatkan tempat yang cocok untuk dijadikan Ibu Kota. Selain
tanahnya subur, tempat tersebut memiliki mata air yang mengalir ke
Sungai Cimanuk serta pemandangannya indah dikelilingi gunung, seperti
Gunung Cikuray, Gunung Papandayan, Gunung Guntur, Gunung Galunggung,
Gunung Talaga Bodas dan Gunung Karacak.
Saat ditemukan mata air berupa telaga
kecil yang tertutup semak belukar berduri (Marantha), seorang panitia
"kakarut" atau tergores tangannya sampai berdarah. Dalam rombongan
panitia, turut pula seorang Eropa yang ikut membenahi atau "ngabaladah"
tempat tersebut. Begitu melihat tangan salah seorang panitia tersebut
berdarah, langsung bertanya : "Mengapa berdarah?" Orang yang tergores
menjawab, tangannya kakarut. Orang Eropa atau Belanda tersebut menirukan
kata kakarut dengan lidah yang tidak fasih sehingga sebutannya menjadi
"gagarut".
Sejak saat itu, para pekerja dalam
rombongan panitia menamai tanaman berduri dengan sebutan "Ki Garut" dan
telaganya dinamai "Ci Garut". (Lokasi telaga ini sekarang ditempati oleh
bangunan SLTPI, SLTPII, dan SLTP IV Garut). Dengan ditemukannya Ci
Garut, daerah sekitar itu dikenal dengan nama Garut.. Cetusan nama Garut
tersebut direstui oleh Bupati Kabupaten Limbangan Adipati Adiwijaya
untuk dijadikan Ibu Kota Kabupaten Limbangan.
Pada tanggal 15 September 1813
dilakukan peletakkan batu pertama pembangunan sarana dan prasarana
ibukota, seperti tempat tinggal, pendopo, kantor asisten residen,
mesjid, dan alun-alun. Di depan pendopo, antara alun-alun dengan pendopo
terdapat "Babancong" tempat Bupati beserta pejabat pemerintahan lainnya
menyampaikan pidato di depan publik. Setelah tempat-tempat tadi selesai
dibangun, Ibu Kota Kabupaten Limbangan pindah dari Suci ke Garut
sekitar Tahun 1821. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal No: 60
tertanggal 7 Mei 1913, nama Kabupaten Limbangan diganti menjadi
Kabupaten Garut dan beribu kota Garut pada tanggal 1 Juli 1913. Pada
waktu itu, Bupati yang sedang menjabat adalah RAA Wiratanudatar
(1871-1915). Kota Garut pada saat itu meliputi tiga desa, yakni Desa
Kota Kulon, Desa Kota Wetan, dan Desa Margawati. Kabupaten Garut
meliputi Distrik-distrik Garut, Bayongbong, Cibatu, Tarogong, Leles,
Balubur Limbangan, Cikajang, Bungbulang dan Pameungpeuk.
Pada tahun 1915, RAA Wiratanudatar digantikan oleh keponakannya Adipati Suria Karta Legawa (1915-1929). Pada masa pemerintahannya tepatnya tanggal 14 Agustus 1925, berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal, Kabupaten Garut disahkan menjadi daerah pemerintahan yang berdiri sendiri (otonom). Wewenang yang bersifat otonom berhak dijalankan Kabupaten Garut dalam beberapa hal, yakni berhubungan dengan masalah pemeliharaan jalan-jalan, jembatan-jembatan, kebersihan, dan poliklinik. Selama periode 1930-1942, Bupati yang menjabat di Kabupaten Garut adalah Adipati Moh. Musa Suria Kartalegawa. Ia diangkat menjadi Bupati Kabupaten Garut pada tahun 1929 menggantikan ayahnya Adipati Suria Karta Legawa (1915-1929). Perkembangan Fisik KotaBaca tempat wisata digarut
Sampai tahun 1960-an, perkembangan
fisik Kota Garut dibagi menjadi tiga periode, yakni pertama (1813-1920)
berkembang secara linear. Pada masa itu di Kota Garut banyak didirikan
bangunan oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk kepentingan
pemerintahan, berinvestasi dalam usaha perkebunan, penggalian sumber
mineral dan objek wisata. Pembangunan pemukiman penduduk, terutama
disekitar alun-alun dan memanjang ke arah Timur sepanjang jalan
Societeit Straat.
Periode kedua (1920-1940), Kota Garut
berkembang secara konsentris. Perubahan itu terjadi karena pada periode
pertama diberikan proyek pelayanan bagi penduduk. Wajah tatakota mulai
berubah dengan berdirinya beberapa fasilitas kota, seperti stasiun
kereta api, kantor pos, apotek, sekolah, hotel, pertokoan (milik orang
Cina, Jepang, India dan Eropa) serta pasar.
Periode ketiga (1940-1960-an), perkembangan Kota Garut cenderung mengikuti teori inti berganda. Perkembangan ini bisa dilihat pada zona-zona perdagangan, pendidikan, pemukiman dan pertumbuhan penduduk. Keadaan Umum Kota
Pada awal abad ke-20, Kota Garut
mengacu pada pola masyarakat yang heterogen sebagai akibat arus
urbanisasi. Keanekaragaman masyarakat dan pertumbuhan Kota Garut erat
kaitannya dengan usaha-usaha perkebunan dan objek wisata di daerah
Garut.
Orang Belanda yang berjasa dalam pembangunan perkebunan dan pertanian di daerah Garut adalah K.F Holle. Untuk mengenang jasa-jasanya, pemerintah Kolonial Belanda mengabadikan nama Holle menjadi sebuah jalan di Kota Garut, yakni jalan Holle (Jl.Mandalagiri) dan membuat patung setengah dada Holle di Alun-alun Garut.
Pembukaan perkebunan-perkebunan
tersebut diikuti pula dengan pembangunan hotel-hotel pada Tahun 1917.
Hotel-hotel tersebut merupakan tempat menginap dan hiburan bagi para
pegawai perkebunan atau wisatawan yang datang dari luar negeri.
Hotel-hotel di Kota Garut , yaitu Hotel Papandayan, Hotel Villa Dolce,
Hotell Belvedere, dan Hotel Van Hengel.
Di luar Kota Garut terdapat Hotel Ngamplang di Cilawu, Hotel Cisurupan di Cisurupan, Hotel Melayu di Tarogong, Hotel Bagendit di Banyuresmi, Hotel Kamojang di Samarang dan Hotel Cilauteureun di Pameungpeuk. Berita tentang Indahnya Kota Garut tersebar ke seluruh dunia, yang menjadikan Kota Garut sebagai tempat pariwisata. Penetapan Hari Jadi Garut
Sebagaimana sudah disepakati sejak
awal, semua kalangan masyarakat Garut telah menerima bahwa hari jadi
Garut bukan jatuh pada tanggal 17 Mei 1913 yaitu saat penggantian nama
Kabupaten Limbangan menjadi Kabupaten Garut, tetapi pada saat kawasan kota Garut mulai dibuka dan dibangun sarana prasarana sebagai persiapan
ibukota Kabupaten Limbangan. Oleh karena itu, mulai tahun 1963 Hari Jadi
Garut diperingati setiap tanggal 15 September berdasarkan temuan Tim
Pencari Fakta Sejarah yang mengacu tanggal 15 September 1813 tersebut
pada tulisan yang tertera di jembatan Leuwidaun sebelum direnovasi.
Namun keyakinan masyarakat terhadap dasar pengambilan hari jadi Garut
pun berubah. Dalam PERDA Kab. DT II Garut No. 11 Tahun 1981 tentang
Penetapan Hari Jadi Garut yang diundangkan dalam Lembaran Daerah pada
tanggal 30 Januari 1982, dinyatakan bahwa Hari Jadi Garut dipandang
lebih tepat pada Tanggal 17 Maret 1813.
Penelusuran hari jadi Garut berpijak
pada pertanyaan kapan pertama kali muncul istilah “Garut”. Seperti
dijelaskan dalam Latar Belakang di atas, bahwa ungkapan itu muncul saat
“ngabaladah” dalam mencari tempat untuk ibukota Kabupaten Limbangan yang
diperintahkan R.A.A Adiwijaya sebagai Bupati yang dilantik pada tanggal
16 Februari 1813. Fakta tentang Jembatan Leuwidaun yang peletakkan batu
pertamanya adalah tanggal 15 September 1918 juga tetap diperhitungkan.
Dengan demikian, asal mula tercetus kata “Garut” adalah diyakini berada
pada sebuah hari antara 16 Februari 1813 s.d. 15 September 1918.
GARUT Selayang Pandang. Dari berbagai penelusuran diketahui bahwa Bupati Adiwijaya dalam membuat kebijakan selalu meminta fatwa dari sesepuh yang diduga berkebudayaan Islam karena Suci berada di sekitar Godog, makam tokoh penyebar agama Islam. Bersumber pada tradisi tata perhitungan waktu masyarakat, diperkirakan bahwa panitia yang “ngabaladah” ibukota diperintahkan pada bulan Mulud sebagai bulan yang dianggap baik pada waktu itu. “Ngabaladah” tidak mungkin dilakukan pada tanggal 1 Mulud karena kepercayaan orang Sunda pada waktu itu adalah bahwa hari baik jatuh pada saat bulan purnama antara 12-14 Mulud. Karena, 12 mulud dianggap sebagai hari puncak peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW, maka yang paling diiyakini memungkinkan untuk “ngabaladah” adalah tanggal 14 Mulud. Menurut perhitungan waktu karya Roofer, hasil konversi tanggal 14 Mulud 1228 Hijriyah itu adalah tanggal 17 Maret 1913. Bupati Garut dari Masa ke Masa
Sejak periode Kabupaten Limbangan
baru yang beribukota di Suci sebagai cikal bakal Kabupaten Garut sampai
dengan periode setelah muncul nama resmi “Kabupaten Garut”, terdapat 23
bupati yang pernah menjabat.Seperti yang telah dijelaskan dalam
halaman Sejarah Singkat Garut, pembentukan Kabupaten Limbangan-baru
berdasarkan Surat Keputusan Raffles sebagai Letnan Gubernur (Lieutenant
Governor) di Indonesia adalah tanggal 16 Februari 1813. Bupati yang
menjabat pada saat itu adalah RAA Adiwijaya (1813-1831), karena itu jika
perhitungan masa pemerintahan Kabupaten Garut berawal dari sini maka
RAA Adiwijaya merupakan Bupati Garut yang pertama.
Sejak 1 Juli 1913 Kabupaten Limbangan
diganti menjadi Kabupaten Garut yang terjadi pada masa pemerintahan
periode ke-4 sejak 1813, yaitu masa Bupati RAA Wiratanudatar
(1871-1915), berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal tanggal 7 Mei
1913 (Staatsblad Van Nederlandsch-Indie No.356: Besluit van den
Gouverneur-General van Nederlandsch-Indie van 7 Mei 1913 No. 60).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa RAA Wiratanudatar merupakan
Bupati pertama yang memimpin wilayah pemerintahan dengan nama Kabupaten
Garut.
Pada tanggal 14 Agustus 1925,
berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal, Kabupaten Garut disahkan
sebagai daerah pemerintahan yang berdiri sendiri (otonom). Ini terjadi
pada masa pemerintahan RAA Soeria Kartalegawa yang menjadi Bupati ke-5
sejak 1813 atau Bupati ke-2 sejak muncul nama Kabupaten Garut. Oleh
karena itu, RAA Soeria Kartalegawa merupakan bupati pertama yang
memimpin Kabupaten Garut sebagai daerah otonom.
Pada zaman kolonial Belanda,
pergantian bupati yang berlaku di Kabupaten Garut identik dengan yang
berlaku di kerajaan-kerajaan kuno Indonesia, yaitu bila Bupati meninggal
atau berhenti karena hal tertentu, maka yang berhak menggantikannya
adalah putera laki-laki tertua atau menantu laki-laki. Kalau pun tidak
demikian, penggantinya masih memiliki hubungan darah atau kekerabatan
yang dekat. Dari masa ke masa, tercatat bupati pertama RAA Adiwijaya
(1813-1831) digantikan oleh puteranya RAA Kusumadinata (1831-1833)
sebagai bupati kedua. Lalu bupati kedua diteruskan oleh menantunya
Tumenggung Jayadiningrat (1833-1871) sebagai bupati yang ketiga. Masih
memiliki ikatan kekeluargaan, bupati ketiga digantikan oleh RAA
Wiratanudatar (1871-1915) sebagai bupati yang keempat. Selanjutnya
bupati keempat digantikan oleh keponakannya Adipati Suria Kartalegawa
(1915-1929) yang menjadi bupati kelima. Kemudian ia diteruskan oleh
puteranya Adipati Moh. Musa Suria Kartalegawa (1929-1944) sebagai bupati
keenam.
Dalam sejarah Garut, tercatat periode
Bupati terlama yang memimpin hingga mencapai lebih dari 40 tahun yaitu
RAA Wiaratanudatar (1971-1915). Sedikitnya ada tiga orang Bupati yang
memimpin kurang dari satu atau dua tahun seperti R. Tumenggung Endung
Suriaputra (1944-1945) atau Letkol Akil Ahyar Masyur (1966-1967).Sejarah juga mencatat, bahwa sejak
pemilihan bupati berdasarkan periode waktu, belum terdapat Bupati Garut
yang memegang masa jabatan lebih dari satu periode.
|
|||
Visi dan Misi |
|||
Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Garut 2009-2014VISI
Terwujudnya Garut yang Mandiri dalam Ekonomi, Adil dalam Budaya dan Demokratis dalam Politik dengan Didasari Ridlo Allah SWT
|
|||
Lambang dan Arti |
|||
Perda No. 9 Tahun 1981
Tentang Lambang Daerah Kabupaten Garut Pasal 1: Lambang Daerah adalah suatu lukisan yang mempunyai bentuk tertentu dan terlukiskan nilai-nilai potensi alam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Garut. Pasal 2: (1)Bentuk dan ukuran Lambang Daerah ialah sebuah perisai bersudut 3, bergaris tepi kuning tua yang merupakan bingkai dengan ukuran lebar 3 dan tinggi 4. (2) Lukisan : a. Langit biru pada bagian atas perisai. b. Bintang bersudut 5 warna kuning emas bersinar c. Gunung, warna biru tua, berpuncak 5 yang menggambarkan Gn.Talagabodas, Gn.
Cakrabuana, Gn. Cikuray, Gn. Papandayan, dan Gn. Guntur
d. Sungai, dilukiskan dengan 3 garis putih, yang menggambarkan 3 sungai besar di daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Garut, yaitu Sungai Cimanuk, Cikandang, dan Cilaki.
e. Gelombang laut, 2 buah garis berwarna biru laut menggambarkan batas Selatan
Kabupaten Garut merupakan Samudera Indonesia yang bergelombang besar.
f. Hamparan berwarna hijau tua pada perisai bagian bawah menggambarkan keadaan tanah
di Kabupaten Daerah Tingkat II Garut yang subur.
g.Sebuah Jeruk Garut, berwarna kuning
jeruk yang merupakan hasil spesifik dari Kabupaten Daerah Tingkat II
Garut yang disebut dimana-mana dengan sebutan Jeruk Garut.
(3)Kelengkapan, berupa pita merah
yang terletak di bawah menyangga perisai, kedua ujungnya terdapat
lipatan dan tertulis huruf putih berbunyi
"TATA TENGTREM KERTARAHARJA" GARUT Selayang Pandang Baca Pangandaran Selayang Pandang |
Post a Comment